Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atas manusia yang tiada nabi sesudahnya.
Kegembiraan adalah sesuatu yang dicari, tujuan yang dicari dan tujuan yang didambakan. Semua manusia berusaha agar hatinya bergembira, kesedihannya hilang dan penderitaannya berakhir.
Tetapi jarang orang yang mencapai kegembiraan yang hakiki, meraih kebahagiaan yang besar, dan terbebas dari segala penderitaan dan duka.
Pembicaran di sini akan berkisar seputar makna kegembiraan berikut sebab-sebabnya dan hal-hal yang menghalanginya.
Setelah itu, kita akan sampai kepada makna kegembiraan dalam puasa, dan bagaimana kiatnya agar bulan yang mulia menjadi bulan kegembiraan.
Kebahagiaan adalah kelezatan yang masuk ke dalam hati karena mendapatkan sesuatu yang disenangi. Kemudian dari situ-lah muncul keadaan yang disebut dengan kegembiraan.
Demikian pula kesedihan, karena seseorang kehilangan apa yang dicintainya. Jika ia kehilangan apa yang dicintainya, maka muncullah suatu keadaan yang disebut kesedihan.
Kegembiraan adalah nikmat, kelezatan dan keindahan hati yang tertinggi. Sebab kegembiraan adalah kenikmatan hati, sedangkan kesedihan adalah ketersiksaannya.
Gembira dengan sesuatu melebihi ridha kepadanya. Sebab ridha adalah ketentraman, ketenangan dan kelapangan.
Kegembiraan itu lezat, menyenangkan dan menggembirakan.
Karena itu, kegembiraan adalah lawan dari kesedihan dan ridha lawan dari kebencian. Kesedihan menyakitkan orang yang bersedih, sedangkan kemurkaan tidak menyakitkannya kecuali bila diiringi dengan ketidakmampuan untuk melakukan pembalasan.
Kegembiraan disebutkan dalam Al-Qur’an dalam bentuk mutlak (bebas) dan muqayyad (terikat). Kegembiraan yang mutlak ini dicela, seperti firmanNya,
لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ
“Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri” (Al-Qashash: 76).
Dan firmanNya,
إِنَّهُۥ لَفَرِحٌ فَخُورٌ
“sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga.” (Hud: 10).
Kegembiraan yang terikat ada dua macam:
Pertama, kegembiraan yang terikat pada dunia dan melupakan karunia Allah. Ini tercela, sebagaimana firmanNya,
حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُوٓاْ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ
“Sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An`am: 44)
Kedua, kegembiraan yang terikat dengan karunia Allah dan rahmatNya. Ini ada dua juga: karunia dan rahmatNya sebagai sebab kegembiraan, serta penyebab karunia sebagai sebab kegembiraan. Yang pertama, sebagaimana firmanNya,
قلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah de-ngan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmatNya itu adalah le-bih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Yunus: 58)
Dan yang kedua sebagaimana firmanNya,
فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ
“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka.” (Ali Imran: 170).
Allah memerintahkan supaya bergembira dengan karunia dan rahmatNya, setelah firmanNya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57).
Tidak ada sesuatu pun yang paling membuat gembira seorang hamba daripada karunia Allah dan rahmatNya yang berisi nasehat dan kesembuhan dari penyakit-penyakit hati, dengan petunjuk dan rahmat: Petunjuk yang berisi penyejuk hati dengan keyakinan, hati menjadi tentram dengannya, jiwa menjadi tenang kepadanya, dan ruh menjadi hidup dengannya.
Rahmat yang membawa segala kebaikan dan kelezatan serta menolak segala keburukan dan penderitaan.
Nasehat yang berupa perintah dan larangan, yang diiringi dengan motivasi dan ancaman.
Kesembuhan hati yang menjamin keterbebasannya dari penyakit kebodohan, kezhaliman, kesesatan dan kedunguan penyakit-penyakit yang lebih menyakitkan daripada penyakit tubuh.
Nasehat, kesembuhan, petunjuk dan rahmat adalah kegembiraan yang hakiki dan perkara terbesar yang layak membuat gembira. Sebab, ini lebih baik daripada kenikmatan dunia dan perhiasannya yang dihimpun oleh manusia. Inilah yang harus membuat seseorang bergembira. Barangsiapa yang bergembira dengannya, maka ia telah bergembira dengan kegembiraan yang terbesar. Bukan harta yang dikumpulkan ahli dunia, karena ia tidak selayaknya bergembira karenanya. Karena ia terbatas, bisa lenyap dan buruk akibatnya. Ia adalah imajinasi yang datang dalam mimpi.
Kebahagiaan dunia tidak bebas dari kesedihan sama sekali, bahkan setiap kegembiraan senantiasa diiringi kesedihan terlebih dahulu, beriringan atau menyusul.
Kegembiraan tidak berdiri sendiri, tetapi pasti diiringi kesedihan. Tetapi adakalanya kegembiraan lebih dominan daripada kesedihan, sehingga kesedihannya tertutupi, atau sebaliknya.
Bergembira dengan Allah dan RasulNya, dengan iman, dengan Al-Qur’an, dengan Sunnah, dan dengan ilmu dikategorikan sebagai tingkatan orang-orang arif yang paling tinggi dan kedudukan yang paling tinggi.
Kebalikan dari kegembiraan ini adalah kesedihan yang faktor terbesarnya adalah kebodohan, terutama kebodohan terhadap Allah, perintah dan laranganNya. Sebab ilmu itu memberikan cahaya dan cinta. Sebaliknya, kebodohan memberikan kegelapan dan menjerembabkan dalam kesunyian.
Salah satu sebab kesedihan ialah terpisahnya keinginan hati dari Allah, dan itulah sumber kesedihannya, sebagaimana halnya keutuhan hati di hadapan Allah adalah sumber kegembiraan dan kesenangannya. Dalam hati terdapat keterserakan yang hanya bisa dihimpun dengan “datang di hadapan Allah”. Di dalamnya terdapat kesedihan yang hanya bisa dihilangkan dengan kegembiraan dengan mengenalNya dan berinteraksi secara benar denganNya. Di dalamnya terdapat kegundahan yang hanya bisa ditentramkan dengan berkumpul padaNya dan berlari dari kegundahan tersebut menuju kepadaNya. Di dalamnya terdapat api yang berkobar yang hanya bisa diredupkan dengan ridha pada perintah dan laranganNya, ketentuanNya dan tetap bersabar atas hal itu hingga saat perjumpaan denganNya. Di dalamnya terdapat tuntutan keras yang tiada bakal berhenti hingga dialah satu-satunya yang dicari. Di dalamnya terdapat kebutuhan yang hanya bisa ditutupi dengan mencintai dan bertaubat kepadaNya, senantiasa mengingatNya, dan benar-benar ikhlas kepadaNya. Seandainya dunia berikut isinya diberikan, maka kebutuhan itu tetap tidak terpenuhi selamanya.
Ulama yang mengenal Allah dan perintahNya telah menetap-an hal ini, terutama Al-‘Allamah Ibnul Qayyim 5.
Inilah kegembiraan yang sebenarnya. Inilah kegembiraan ahli iman, bukan kegembiraan ahli kejahatan, kesombongan dan kezhaliman.
Begitulah. Orang yang berpuasa mendapatkan bagian dari kegembiraan ini tanpa dikurangi. Bagaimana tidak, karena Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]z[/Islamic] bersabda dalam hadits muttafaq alaih,
وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِهِ
“Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan pada saat berbukanya dan kegembiraan pada saat berjumpa Tuhan-nya.”
Ibnu Rajab berkata, “Adapun tentang kegembiraan orang yang berpuasa pada saat berbukanya, karena nafsu itu diciptakan untuk cenderung kepada apa yang disenanginya, yaitu makan, minum dan menikah. Jika nafsu dihalangi dari hal itu pada suatu saat, kemudian dibolehkan pada waktu yang lain, maka ia bergembira karena apa yang dilarang telah diperbolehkan, terutama pada saat sangat membutuhkannya. Nafsu bergembira dengan hal itu secara alamiah. Jika itu dicintai karena Allah, maka itu dicintai pula secara syariat.
Demikian pula saat berbuka bagi orang berpuasa. Sebagaimana Allah telah mengharamkan atas orang yang berpuasa pada siang harinya melahap kesenangan-kesenangan ini, maka Dia mengizinkannya untuk menikmati semua itu pada malam harinya. Bahkan yang paling dicintaiNya ialah yang bersegera menikmatinya pada awal malam dan akhirnya, karena hamba yang paling dicintai oleh Allah ialah yang menyegerakan berbuka, dan Allah beserta para malaikatnya “bershalawat” atas orang-orang yang makan sahur. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwatnya pada siang hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mentaatiNya, serta bersegera menikmatinya pada malam hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mentaatiNya. Ia meninggalkan syahwatnya dengan perintah Tuhannya dan tidak kembali kepadaNya kecuali dengan perintah Tuhannya. Jadi, ia mentaati Allah dalam dua keadaan. Karena itu, dilarang melakukan puasa wishal (menyambung puasa dua hari atau lebih berturut-turut tanpa berbuka). Jika orang yang berpuasa bersegara berbuka untuk mendekatkan diri kepada Kekasihnya; makan, minum dan memuji Allah, maka diharapkan baginya mendapatkan maghfirah (ampunan) atau memperoleh ridhaNya.”
Ia melanjutkan, “Kemudian doanya pada saat berbuka kemungkinan besar dikabulkan. Menurut riwayat Ibnu Majah,
‘Orang yang berpuasa pada saat berbukanya mempunyai doa yang tidak tertolak (mustajab)’.”
Jika ia berniat dengan makan dan minumnya untuk menguatkan badannya guna melaksanakan qiyam dan berpuasa, maka ia mendapatkan pahala atas hal itu. Demikian pula jika ia berniat dengan tidurnya pada malam dan siang hari agar kuat untuk beramal, maka tidurnya adalah ibadah.
Barangsiapa yang memahami apa yang kami singgung tadi, tidak berhenti pada kegembiraannya ketika berbuka, maka berbukanya menurut cara yang disinggung tadi merupakan karunia Allah dan rahmatNya, lalu ia masuk dalam kategori firmanNya,
قلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58).
Ibnu Rajab 5 berkata, “Adapun kegembiraannya ketika berjumpa Tuhan mereka ialah pada apa yang mereka lihat di sisi Allah berupa pahala puasa yang tersimpan. Lalu ia merasa se-bagai orang yang paling membutuhkannya, sebagaimana firman-Nya,
وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍۢ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (Al-Muzammil: 20)
Dia berfirman,
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍۢ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍۢ مُّحْضَرًا
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan yang pernah dilakukannya dihadapkan (dimukanya).” (Ali Imran: 30).
Dia berfirman,
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al-Zalzalah: 7).
Ya Allah, gembirakanlah hati kami dengan iman, Al-Qur’an, Sunnah, ilmu dan puasa.
Semoga shalawat dan salam terlimpah atas Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.
Sumber : Pesan-pesan Ramadhan – Muhammad Ibrahim al-Hamd
Seputar Bulan Ramadhan
- Puasa Adalah Perisai, Saat Berpuasa Tidak Berkata Keji, Jangan Ribut dan Berbuat Bodoh
- Jangan Berbantah-bantahan
- Rahasia I`tikaf dan Tujuannya
- Adab-adab I`tikaf
- Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Seputar I`tikaf