(1-3) {وَالتِّيْنِ} “Demi (buah) Tin,” yaitu buah tin yang lazim di-kenal dan juga {وَالزَّيْتُوْنِ} “(buah) Zaitun.” Allah Ta’ala bersumpah dengan kedua pohon ini karena banyaknya manfaat pohon dan buahnya dan karena keduanya begitu dominan di negeri Syam tempat kenabian Nabi Isa putra Maryam j. {وَطُوْرِ سِيْنِيْنَ} “Dan demi bukit Sinai,” yaitu Thursina, tempat kenabian Musa j. {وَهٰذَا الْبَلَدِ الْاَمِيْنِ} “Dan demi kota ini yang aman,” yaitu Makkah al-Mukarramah, tempat ke-nabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala bersumpah dengan tempat-tempat suci ini yang Dia pilih dan dari tempat-tempat itu Allah Ta’ala mengutus nabi-nabi paling mulia.
(4) Yang disumpahkan adalah FirmanNya, {لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ} “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,” yakni dalam bentuk ciptaan yang sempurna, bagian-bagian tubuh yang saling sesuai, tegak berdiri dan tidak kekurangan apa pun yang diperlukan secara lahir dan batin.
(5-6) Tapi meski dikaruniai berbagai nikmat agung ini yang seharusnya disyukuri, kebanyakan manusia menyimpang, tidak mensyukuri Dzat yang memberi nikmat tersebut, justru sibuk dengan senda gurau dan bermain-main. Mereka merelakan dirinya dengan hal-hal rendahan dan akhlak tercela, hingga Allah Ta’ala menghempaskan mereka {اَسْفَلَ سٰفِلِيْنَ} “ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),” yakni neraka paling bawah tempat para pendurhaka yang membangkang Rabb mereka, kecuali orang yang diberi anugerah keimanan dan amal shalih serta akhlak mulia lagi luhur oleh Allah Ta’ala, {فَلَهُمْ}”maka bagi mereka,” dengan posisi-posisi tinggi itu ada {اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍ }”pahala yang tiada putus-putusnya,” yakni tidak terhenti-henti bahkan kelezatan berlimpah, kebahagiaan terus-menerus, dan nikmat yang amat banyak dalam keabadian yang tiada akhir, dan nikmat yang tidak berubah, buah dan naungannya kekal.
(7-8) {فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّيْنِ} “Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu?” Yakni apa yang membuatmu mendustakan adanya Hari Pembalasan amal perbuatan wahai manusia? Engkau telah melihat banyak tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala yang membuatmu yakin dan berbagai nikmatNya yang mengharuskanmu agar tidak meng-kufurinya sedikit pun. (اَلَيْسَ اللّٰهُ بِاَحْكَمِ الْحٰكِمِيْنَ )”Bukankah Allah adalah Hakim yang paling adil?” Lantas patutkah hikmahNya mengharus-kanNya meninggalkan manusia sia-sia, tidak diperintah, dilarang, diberi pahala dan siksa? Ataukah Yang menciptakan manusia dalam berbagai tahap, memberi mereka berbagai nikmat, kebajikan, dan kebaikan yang tidak terkira, merawat mereka dengan baik pasti mengembalikan mereka ke negeri keabadian dan tujuan mereka yang mereka tuju dan ikuti?
Sumber: Tafsir Juz ‘Amma, Hal. 109-110, Penerbit Darul Haq