Pemesanan, Klik: Buku Sehari di Kediaman
Kehidupan Rasulullah adalah kehidupan yang penuh dengan teladan bagi umat ini, muslim maupun non muslim, juga merupakan acuan dakwah, sekaligus sebagai pedoman hidup. Beliau adalah teladan dalam ketaatan, dalam beribadah dan akhlak mulia, serta dalam bermu’amalah yang baik dan menjaga kehormatan diri.
Membaca buku ini, Anda seakan dibawa bertamasya ke sebuah mata air kehidupan yang memancarkan kesejukan suasana, keindahan warna dan kedamaian hati; karena Anda seakan menyaksikan langsung keseharian sang Nabi agung ini, Muhammad Shallahu alaihi wassalam.
Maka siapapun yang berada sehari di kediaman laki-laki mulia ini, pasti akan membawa kesan positif dan kekaguman luar biasa dalam kesannya.
Buku ini, dengan jumlah halamannya yang tidak banyak, mencoba mengajak kita untuk berpetualang ke kota Madinah dan khususnya rumah kediaman Rasulullah Shallahu alaihi wassalam di zaman dahulu, untuk melihat dan menyimak secara seksama keseharian sang Nabi mulia ini, sejak dari bangun tidur hingga kembali ke peraduan kembali.
Ini sangat penting untuk kita cermati, karena sebagian dari kaum Muslimin, dan ini banyak terjadi, justru melakukan hal-hal yang tidak bermakna. Ada yang menyibukkan diri berziarah ke masjid-masjid di sekitar Masjid Nabawi, masjid qiblatain, tempat ini dan itu, lalu di Makkah ada yang bersusah payah naik ke Gua Hira untuk Shalat dan berdoa di sana. Hal-hal semacam ini justru tidak memiliki dasar, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah tentang Gua Hira, “Sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Shallahu alaihi wassalam sering menyendiri untuk beribadah di sana. Dan di sanalah pertama kali wahyu diturunkan kepada beliau. Akan tetapi setelah itu beliau tidak pernah mendekat ke sana sekali pun. Begitu pula para sahabat beliau. Padahal beliau tinggal di sana lebih dari sepuluh tahun, namun tidak pernah sekali pun beliau mengunjunginya lagi atau mendaki ke sana. Dan begitu pula kaum Mukminin yang menetap bersama beliau di kota Makkah. Dan setelah beliau berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, beliau bersama para sahabat berulang kali pergi ke Makkah, di mana beliau pernah tinggal selama puluhan hari, tapi tak pernah sekali pun beliau mengunjunginya.” (Dikutip dengan adaptasi redaksi).
Maka dari mana asal muasal fikiran buang-buang waktu dan harta ke tempat-tempat itu? Siapa yang mengajarkannya? Benar bahwa tempat-tempat itu adalah tempat-
tempat bersejarah, tetapi itu sama sekali bukan dalil untuk tujuan kunjungan ubudiah seorang Muslim.
Nah buku ini, di bagian awal berusaha mengoreksi cara pandang seperti ini, agar menjadi arahan bagi kaum Muslimin bahwa mencintai Allah dan RasulNya adalah dengan mengukti sunnah dan praktik hidup Rasulullah Shallahu alaihi wassalam
{قلُ إْنِ كْنُتْمُ تْحُِبُّوْنَ لله فََّاَتبَّعِوُنْيِ يْحُبْبكِْمُ لُله وَُّيَغَفْرِ لْكَمُ ذْنُوُْبكَمُْ }.
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian’.” (Ali Imran: 31).
Dan buku ini kemudian merekam napak tilas keseharian Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, , lengkap dengan sifat-sifat fisik dan akhlak agung beliau, kemudian menyajikannya, sehingga seakan-akan Anda melihatnya secara langsung, maka sesuai dengan judulnya: “Sehari di Kediaman Rasulullah Shallahu alaihi wassalam “.
ISI BUKU SECARA UMUM
Jika kita berziarah ke kota Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, Madinah, ketika tiba di Masjid Nabawi sekarang, yang kita saksikan adalah kemegahan tiada tara; menara-menara menjulang, pintu-pintu yang besar, lapisan emas di setiap tiang masjid di sana-sini, warna warni dan marmer terbaik. Akan tetapi cobalah baca keadaan riil yang dihadapi Rasulullah Shallahu alaihi wassalam di kediaman beliau yang berada persis di samping kiri mimbar beliau, dengan keseharian yang beliau rangkai sebagaimana yang digambarkan dalam buku ini, dan coba bayangkan dengan fikiran dan mata batin Anda, maka sungguh sebuah kedamaian yang indah.
Nabi Shallahu alaihi wassalam menjalani hidup di rumah yang sangat sederhana. Imam al-Hasan al-Bashri, seorang ulama tabi’in, menuturkan, “Aku pernah masuk ke dalam bekas rumah-rumah istri Rasulullah SAW di masa kekhalifahan Utsman bin Affan; langit-langit rumah tersebut dapat aku jangkau dengan tanganku (karena sangat sederhananya).”
Tempat tidur beliau adalah dari pelepah kurma yang keras dengan bantal dari serabut kurma yang kasar.
Pernah suatu kali Umar masuk untuk menemui beliau, sementara beliau tengah berbaring di atas tikar beliau, sehingga alas tidur yang keras itu jelas membekas di lambung beliau, maka sambil mengusap bekas tikar di lambung beliau tersebut, Umar berkata, “Wahai Nabi Allah, alangkah akan lebih baik bila Anda mengambil kasur yang lebih empuk sedikit dari ini?” Maka beliau bersabda, “Apa urusanku dengan dunia ini (wahai Umar). Diriku terhadap dunia ini hanyalah bagaikan seorang pengendara di suatu hari yang panas, lalu berteduh sejenak dari panasnya siang hari di bawah sebatang pohon, kemudian meneruskan perjalanan dan meninggalkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan at-Tirmidzi).
Rumah beliau jauh dari glamor gambar, ukiran mewah, dan pernik-pernik hiasan rumah, bahkan hingga rumah Putri dan menantu beliau, Fatimah dan Ali radhiyallahu’anhuma, juga beliau bina di atas dasar ini: rumah dunia hanya untuk singgah sementara.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa, “Nabi Shallahu alaihi wassalam pernah mendatangi rumah Fathimah (putri beliau) tetapi beliau tidak masuk ke dalam. Ketika Ali datang, Fathimah menceritakannya, maka Ali menceritakan hal itu kepada Nabi , maka Nabi bersabda, ‘Aku melihat ada tirai berukir mewah di pintu; apa urusanku dengan dunia ini? Maka Ali datang kepada Fathimah dan menceritakan alasan Nabi tidak masuk tersebut, maka fathimah berkata, ‘Biarkan beliau memerintahkanku bertindak apa saja terhadap tirai itu’. Sabda beliau, ‘Kirimkan tirai itu ke keluarga fulan, karena keluarga itu sangat membutuhkannya’.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari).
Buku ini, sekali lagi, menggambarkan kepada kita dengan sangat mengesankan bagaimana keseharian Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, sejak dari bangun tidur hingga beliau kembali ke peraduan kembali dan bangun untuk Qiyamullail, lalu berbaring sejenak sambil menunggu Shalat Shubuh; yang menggambarkan kepada kita kegigihan dan kesabaran beliau dalam beribadah dan mengabdi kepada Allah namun tidak melupakan sedikit bagian beliau dari dunia fana ini.
Nah, di sela-sela aktifitas ubudiah dan pengabdian itu, terpancar sikap-sikap beliau terhadap urusan duniawi; terhadap istri-istri beliau, putra-putri beliau, tetangga dan para sahabat beliau, bahkan masyarakat secara luas; yang kesemuanya dikemas dalam buku ini dengan sajian seakan-akan kita tengah menyaksikan langsung peristiwa-peristiwa penuh tauladan tersebut.
Beliau dikenal memiliki tutur kata yang halus dan lembut, dan lebih dari itu, apabila beliau berbicara, beliau berbicara perlahan, pasti dan jelas, sehingga digambarkan oleh Aisyah , “Rasulullah tidak bicara cepat seperti kalian ini. Beliau berbicara dengan ucapan yang jelas dan perlahan; sehingga bisa dihafal oleh orang yang duduk bersama beliau.” Dan dalam salah satu riwayat, “… yang mampu dipahami oleh siapa yang mendengar beliau.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya).
Bahkan Anas bin Malik y mengatakan, “Rasulullah kadang mengulangi kalimat tiga kali agar dipahami.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari).
Rumah seseorang adalah potret yang menggambarkan derajat kepribadiannya. Hal itu karena di rumah, seorang laki-laki adalah bagai raja yang bisa memerintah istri-istri, anak-anak, apalagi pembantu dan sahayanya. Dan simaklah keluhuran akhlak sang Nabi agung ini, kemuliaan budi pekerti dan eloknya pergaulan beliau serta ketulusan nurani beliau dalam mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Lihatlah sikap bersahaja Nabi Allah ini:
“Aisyah i pernah ditanya, ‘Apa saja yang dilakukan Rasulullah Shallahu alaihi wassalam di dalam rumah? Aisyah menjawab, `Beliau adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal sendiri pakaian beliau, memerah susu sendiri, dan melayani diri beliau sendiri`. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi).
Rumah beliau jauh dari kemewahan bahkan jauh dari berkecukupan. Sahabat an-Nu’man bin Basyir y menuturkan, “Aku telah melihat sendiri keadaan Nabi kalian SAW; di mana beliau pernah tidak mendapatkan kurma yang buruk sekalipun untuk mengganjal perut beliau.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Tetapi semua keterbasan dan kesederhanaan itu, berbarengan dengan penegakan ibadah yang gigih oleh beliau; dimana beliau selalu shalat berjamaah di masjid dalam Shalat fardhu, dan tak pernah sekali pun beliau shalat munfarid di rumah beliau.
Nabi Shallahu alaihi wassalam adalah seorang yang tawadhu dan rendah hati, “Akhlak Rasulullah adalah al-Qur`an”, kata Aisyah . Dan salah satu akhlak beliau yang sangat menonjol adalah sifat tawadhu’ dan rendah hati beliau. Para penguasa dan para raja biasanya adalah orang-orang yang gemar dipuji dan disanjung, tetapi tidak dengan Nabi Shallahu alaihi wassalam; beliau malah pernah bersabda, “Janganlah kalian menyanjungku secara berlebihan sebagaimana kaum Nasrani menyanjung secara berlebihan Nabi Isa putra Maryam; karena sesungguhnya aku ini hanya seorang hamba, maka katakankan (bahwa aku ini), ‘Hamba dan Rasul Allah’.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud).
Beliau juga pernah bersabda, “Wahai sekalian manusia!!! Katakanlah perkataan kalian, akan tetapi jangan sampai setan menggelincirkan kalian; karena aku ini hanya
Muhammad, hamba dan Rasul Allah. Aku tidak suka kalian meninggikanku melebihi kedudukan yang telah Allah anugerahkan untukku.” (Diriwayatkan oleh an-Nasa`i).
Dan perhatikanlah sifat tawadhu’ beliau yang begitu mengagumkan dalam buku ini, di mana beliau duduk melayani wanita tua untuk waktu yang lama, menyelesaikan masalah yang dihadapi hamba sahaya, bercanda dengan anak-anak, duduk di tanah sebagai salah seorang di antara mereka, juga cara beliau berpakaian. Semua orang dari berbagai level sosial merasa nyaman di dekat beliau. Hingga para sahaya dan pembantu beliau juga beliau perlakukan dengan penuh rendah hati. Beliau sama sekali bukan orang yang tinggi hati maupun angkuh. Inilah potret riil figur rendah hati yang tidak akan Anda jumpai pada pribadi lain.
Keharmonisan Rumah Tangga Nabi
Nabi Shallahu alaihi wassalam adalah suami terbaik dan memiliki etika berumah tangga yang paling indah dan paling jujur; tidak seperti cemoohan orang-orang munafik kalangan orientalis maupun para pengekor mereka dari kaum libralis yang hidup di tengah kaum Muslimin, yang menganggap beliau merendahkan kaum wanita. Justru dalam buku ini tergambar begitu jelas, bahwa beliau adalah tauladan paling bagus dalam memperlakukan para wanita. Beliau menempatkan kaum wanita pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa, bahkan kedudukan yang beliau berikan untuk kaum wanita lebih terhormat dan lebih mulia dari apa yang diperjuangkan oleh para penggiat gender yang bingung dan tidak jelas arahnya.
Begitu pula dalam berpoligami, peri kehidupan beliau Shallahu alaihi wassalam bersama istri-istri beliau adalah gambaran paling indah dari terjemahan konsep poligami dalam Islam. Ini penting, karena dari satu sisi, sebagian kaum laki-laki memang mengambil syariat poligami, tetapi tidak mengambil contoh dari Nabi bagaimana seharusnya berpoligami. Dan dari sisi yang lain, banyak penggiat gender menjelek-jelekkan konsep poligami karena banyaknya oknum laki-laki kaum muslimin yang gagal dalam menerapkan Sunnah poligami sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah . Maka ambillah teladan secara utuh dari pribadi Nabi , niscaya semua kesangsian dan gegar gender yang selama ini simpang siur akan terjawab.
Bacalah buku ini, niscaya Anda akan mendapatkan banyak mutiara teladan yang berharga untuk Anda genggam; paling tidak akan meluruskan persepsi Anda yang selama ini keliru tentang konsep keluarga Islami dan khususnya poligami.
Tawa dan Canda Nabi Shallahu alaihi wassalam
Nabi adalah seorang yang serius dan disiplin, tetapi bersama itu beliau juga bercanda ria dan tertawa. Simak bagian ini, di dalamnya terkandung bimbingan bagaimana meramu hidup agar tetap penuh semangat dan tidak menjenuhkan.
Salah satu tauladan ajaib adalah bagaimana Rasulullah menghabiskan malam hari. Beliau tidak begadang membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tak berguna, beliau tidur di awal malam, agar bangun di sepertiga malam yang akhir, untuk qiyamullail dan bermunajat kepada Rabb semesta alam.
Ketika fajar telah menyingsing, setelah keheningan malam berlalu, seiring cahaya shubuh mulai merekah, Nabi mengawali hari baru dengan Shalat Sunnah Shubuh yang beliau sabdakan sebagai yang lebih baik dari dunia dengan dengan isinya, lalu beliau melaksanakan Shalat Shubuh berjamaah.
Usai Shalat shubuh, beliau tetap duduk di tempat beliau, untuk berdzikir; bertasbih dan memuji Allah, hingga ketika waktu syuruq tiba, beliau shalat sunnah dua rakaat, dan baru kembali ke rumah beliau. Mengenai ini, Nabi bersabda,
“Barangsiapa yang shalat Shubuh berjama’ah, kemudian dia tetap duduk berdzikir (mengingat dan menyebut) Allah hingga matahari terbit, kemudian dia shalat sunnah dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala Haji dan Umrah yang sempurna, sempurna, dan sempurna.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi).
Salah satu sikap luhur Nabi Shallahu alaihi wassalam adalah memberikan hadiah. Aisyah berkata, “Rasulullah biasa menerima bingkisan hadiah dan juga membalas pemberian hadiah.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari).
Hal itu karena beliau sangat menyadari bahwa hadiah adalah salah satu sarana perekat hati yang paling efektif, meluluhkan rasa dengki dan perasaan tidak suka orang lain. Maka memberikan hadiah kepada tamu, tetangga dan masyarakat sekitar, adalah salah satu sunnah yang perlu kita hidupkan kembali; dan Nabi Shallahu alaihi wassalam adalah teladan terbaik dalam hal ini. Semuanya tertuang dalam buku kita ini.
Apa yang sempat terangkum dalam resensi ini, hanya serpihan-serpihan yang sempat kami pungut, lalu kami rekat dengan kata dan kalimat, sehingga bisa kami suguhkan. Padahal apa yang tertuang dalam buku ini jauh lebih indah dan menawan dari yang mampu kami ilustrasikan di sini; bagaimana beliau mengisi waktu dengan dzikir dan doa, bagaimana beliau menangani masalah-masalah umat, bagaimana beliau menangani perselisihan, dan sebagainya. Maka silahkan Anda baca buku kecil ini, Insya Allah, mendatangkan banyak manfaat, bagaimana menjalani hidup yang benar.
PENUTUP
Sampai di sini berakhirlah sudah kunjungan kita ke kediaman Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, yang dibangun di atas pilar-pilar Iman dan takwa. Yang tertinggal dalam genggaman hati dan fikiran kita adalah kesan indah dan damai dengan hadits-hadits dan contoh-contoh kongkret dalam melaksanakan Islam serta tauladan yang riil dalam menerjemahkan konsep Iman dan Islam yang indah. Maka semoga masing-masing kita yang membaca buku ini, telah merasakan indah dan damainya hari di kediaman Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, dapat membawa oleh-oleh untuk diri dan keluarga, sebagai bekal meniti sisa-sisa hari yang tak seberapa lagi di dunia ini. Sungguh meneladani beliaulah yang Allah inginkan dari kita dalam beragama dan dalam menjalani hidup ini.
Buku ini, Sehari di Kediaman Rasulullah , adalah pilihan yang bagus mengawali usaha meneladani Nabi .
Pemesanan, Klik: Buku Sehari di Kediaman