Peringatan ini ditujukan kepada orang yang terjangkit penyakit beracun yang mematikan tersebut, khususnya kepada orang yang menisbatkan diri kepada Islam di antara mereka. Kami katakan:
- Ketahuilah –semoga Allah memberimu hidayah–, bahwa Rasul [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] telah bersabda,
لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ.
“Semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, semoga Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth.”[1]
Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] mengulangi laknatnya sebanyak tiga kali. Sementara beliau belum pernah melaknat pelaku zina sebanyak tiga kali dalam satu hadits. Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] juga pernah melaknat para pelaku dosa besar namun beliau tidak melaknat mereka lebih dari satu kali. Dalam melaknat pelaku homoseks, beliau mengulangi laknat terhadap mereka sebanyak tiga kali sebagai penegasan. Hal ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau, al-Jawab al-Kafi.
- Berhati-hatilah jangan sampai penyakit ini bersemayam dalam hatimu sehingga ia merusak hatimu secara total, bahkan bisa jadi hal itu dapat menyeretmu ke dalam kekafiran yang nyata, sebagaimana yang terjadi terhadap saudaramu sebelumnya dalam perbuatan keji tersebut. Kisah ini dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Kitab al-Jawab al-Kafi, hal. 191, di sini akan saya nukil dengan redaksi saya sendiri:
“Diriwayatkan bahwa ada seorang lelaki yang jatuh cinta kepada seorang pemuda bernama Aslam. Cintanya kepada pemuda itu begitu dalam tertanam di lubuk hatinya. Akan tetapi pemuda itu terus menghindar dan menjauhkan diri dari lelaki itu hingga lelaki itu jatuh sakit dan tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Lalu rekan-rekan lelaki itu meminta kepada pemuda tersebut agar sudi menjenguknya. Pemuda itu pun mengiyakannya. Maka girang gembiralah lelaki itu hingga seluruh sakit dan deritanya hilang dalam sekejap. Ketika dia larut dalam kegembiraan dan dalam keadaan siap sedia menyambut kekasih hatinya, tiba-tiba datanglah rekannya yang lain mengabarkan bahwa si pemuda tidak meneruskan perjalanannya, dia kembali pulang, pemuda itu takut tertuduh karena menjenguknya. Begitu lelaki malang itu mendengar berita rekannya, dia pun sangat terpukul hingga kesehatannya memburuk secara drastis. Kemudian tampaklah tanda-tanda kematian pada dirinya. Dalam kondisi demikian dia pun menyenandungkan syair untuk memanggil laki-laki yang bernama Aslam itu. Dia berkata,
أَسْلَمُ يَا رَاحَةَ الْعَلِيْلِ * وَيَا شِفَاءَ الْمُدْنِفِ النَّحِيْلِ
رِضَاكَ أَشْهَى إِلَى فُؤَادِيْ * مِنْ رَحْمَةِ الْخَالِقِ الْجَلِيْلِ
Aslam, duhai pelipur lara orang yang sakit
Duhai penawar bagi orang yang sakit keras dan kurus kering
Keridhaan lebih diharapkan oleh hatiku
Daripada kasih sayang Sang Pencipta Yang Mahamulia.
Dikatakan kepadanya, ‘Takutlah kepada Allah!’ Dia malah menjawab, ‘Memang begitulah kenyataannya!’ Lalu ia mati dalam keadaan demikian. Kita berlindung kepada Allah dari su`ul khatimah dan akhir yang buruk.”
Wahai orang yang terjangkiti penyakit seperti ini! Dalam keadaan bagaimanakah temanmu tadi mati?!
Ibnul Qayyim [Islamic phrases=”Rahimahullah”]V[/Islamic] menjelaskan bahwa penyakit dan asmara tersebut kadangkala dapat menyebabkan kekafiran, bila orang yang terjerat homoseksual itu menjadikan pasangannya sebagai tandingan bagi Allah, di mana dia mencintainya sebagaimana dia mencintai Allah. Bagaimana pula bila rasa cinta dalam hatinya kepada pasangan homonya lebih besar daripada cintanya kepada Allah? Orang yang berhubungan asmara seperti itu tidak akan mendapat ampunan, karena dosanya tersebut termasuk syirik yang paling besar, sedangkan Allah tidak mengampuni dosa syirik.
Beliau melanjutkan penjelasannya, “Bahkan kadangkala salah seorang di antara yang dilanda asmara tersebut menyatakan terang-terangan bahwa bertemu dengan pasangan homonya lebih dia sukai daripada mentauhidkan Tuhannya, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang yang dimabuk cinta[2] yang busuk dan sebagaimana yang diutarakan oleh yang lainnya bahwa bertemu dengan pasangan homonya lebih dia harapkan daripada rahmat Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam kisah di atas.”
[1] Diriwayatkan oleh Ahmad, 1/317; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath dan al-Hakim. Al-Hakim berkata, “Sanad hadits ini shahih” dari Abu Hurairah y secara marfu’ dengan redaksi,
مَلْعُوْنٌ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ….
“Terlaknatlah orang yang melakukan perbuatan kaum Luth…,” beliau mengulanginya tiga kali, hingga akhir hadits.
[2] Yang dimaksud adalah al-Mutanabbi yang merupakan penyair populer itu. Dia menganggap bahwa ludah kekasihnya lebih manis daripada tauhid, dia berkata dalam syairnya:
يَتَرَشَّفْنَ مِنْ فَمِيْ رَشَفَاتٍ * هُنَّ فِيَّ أَحْلَى مِنَ التَّوْحِيْدِ
Wanita-wanita itu mengisap beberapa isapan dari mulutku
Bagiku itu lebih manis daripada tauhid
Sumber : Bahaya Penyimpangan Seksual (Zina, Homoseks, Lesbi, dan lainnya)