(33). Di dalam berpuasa fardhu disyaratkan adanya niat, demikian pula di dalam setiap puasa wajib, seperti puasa qadha` (mengganti) dan puasa kaffarat, berdasarkan hadits yang berbunyi,
لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُبـَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ
“Tidak sah puasa orang yang tidak berniat dari malam harinya.”[1]
Niat boleh dilakukan pada waktu kapan saja di malam hari, sekalipun sesaat sebelum fajar. Niat adalah tekad dan hasrat hati untuk melakukan pekerjaan, dan melafalkan (membaca lafal) niat itu bid’ah.
Dan setiap orang yang mengetahui bahwa besok hari adalah hari bulan Ramadhan dan ia bermaksud akan berpuasa, maka ia berarti telah berniat.[2]
Dan barangsiapa yang berniat berbuka di siang hari namun tidak berbuka, maka menurut pendapat yang kuat, puasanya tidak batal; hal ini seperti orang yang ingin berbicara di saat shalat namun tidak melakukannya. Dan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa puasanya batal sekalipun hanya dengan sekedar memutus niatnya. Maka yang lebih hati-hati bagi orang yang melakukan demikian adalah menggantinya di lain hari. Sedangkan riddah (murtad, keluar dari agama) dapat membatalkan niat, dan mengenai ini tidak ada perbedaan pendapat di an-tara para ulama.
Orang yang puasa Ramadhan tidak perlu memperbaharui niatnya pada setiap malam hari bulan Ramadhan, sudah cukup baginya niat di saat datangnya bulan Ramadhan. Namun jika ia memutus niatnya dengan berbuka di dalam perjalanan (safar) atau karena sakit, maka (apabila ia akan berpuasa lagi) dan udzurnya telah tiada, maka ia wajib memperbaharui niatnya.
(34). Puasa sunnah mutlak tidak disyaratkan berniat dari malam harinya, karena ada hadits yang bersumber dari Aisyah [Islamic phrases=”Radhiyallahu ‘anha”]J[/Islamic] beliau menuturkan,
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللّٰهِ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَا: لَا. قَالَ: فَإِنِّيْ إِذًا صَائِمٌ
“Pada suatu hari Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] datang kepadaku lalu bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai sesuatu (yang bisa saya makan)?’ Aisyah menjawab, ‘Tidak.’ Maka Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] bersabda, ‘Maka kalau begitu aku berpuasa’.”[3]
Adapun puasa sunnah khusus seperti puasa hari Arafah dan puasa Asyura`, maka yang lebih hati-hati adalah berniat dari malam hari.
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2454. Dan ini dikuatkan oleh beberapa imam, seperti al-Bukhari, an-Nasa`i, at-Tirmidzi, dan lain-lain. Lihat Talkhish al-Habir, 2/188. (Dan dishahihkan oleh al-Albani. Ed. T.).
[2] Majmu’ al-Fatawa, 25/215.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, 2/809, terbitan Abdul Baqi.
Sumber : Panduan Praktis Berpuasa – Muhammad Shalih al-Munajjid
Tema terkait :