Darul Haq

Menangis Sepanjang Malam Tanpa Diketahui Istrinya

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Keutamaan shalat sunnah di malam hari dibandingkan shalat sunnah di siang hari, seperti keutamaan sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dibandingkan sedekah yang dilakukan secara terang-terangan.”

Shalat sunnah di malam hari lebih diutamakan daripada shalat sunnah di siang hari, karena:

1. Shalat malam lebih tersembunyi dan lebih dekat kepada keikhlasan.

Dahulu kaum Salaf selalu berusaha keras untuk menyembunyikan shalat tahajud mereka. Al-Hasan Rahimahullah berkata, “Ada seorang yang sering dikunjungi banyak orang, lalu dia bangun untuk shalat malam, sedangkan hal itu tidak diketahui oleh orang-orang yang mengunjunginya.”

Mereka juga bersungguh-sungguh dalam berdoa, namun tidak terdengar suara dari mereka sama sekali. Ada seorang laki-laki yang tidur bersama istrinya di atas bantal, lalu laki-laki tersebut menangis sepanjang malam, tetapi istrinya tidak menyadarinya.

2. Shalat malam itu lebih berat bagi jiwa, karena malam merupakan waktu untuk tidur dan istirahat dari segala kelelahan di siang hari. Maka, meninggalkan tidur, padahal ada kecenderungan jiwa terhadapnya, merupakan sebuah kesungguhan yang sangat besar.

Sebagian orang berkata, “Amal yang paling utama adalah amal yang jiwa dipaksa untuk melakukannya.”

3. Bacaan pada shalat malam lebih bisa untuk direnungkan, karena berbagai kesibukan pada malam hari terhenti, hati juga hadir, dan hati bersama lisan sama-sama bersepakat untuk memahami, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan.” (Al-Muzzammil: 6).

Salah seorang dari kalangan Salaf berkata, “Shalat malam dapat meringankan lamanya berdiri pada Hari Kiamat, dan apabila pelakunya bersegera masuk ke dalam surga tanpa hisab, maka pelakunya telah beristirahat dari lamanya berdiri untuk dihisab.”

Diringkas dari Buku: Waktu-waktu yang Utama dan Ibadah-ibadah yang Istimewa Sepanjang Tahun (Mukhtashar Latha’iful Ma’arif), Hal. 39-41, Penerbit Darul Haq

Loading

Home
Akun
Order
Chat
Cari