Darul Haq

Makkah Pernah dilanda Banjir Bandang, Ka’bah Hampir Ambruk

Makkah pernah dilanda banjir bandang, lima tahun sebelum kenabian, airnya meluap dan mengalir ke Baitul Haram, mengakibatkan bangunan Ka’bah hampir ambruk.

Di samping sebagai sebuah peninggalan sejarah yang berumur tua, Ka’bah sering diserang oleh pasukan berkuda sehingga merapuhkan bangunan dan merontokkan sendi-sendinya.

Dua alasan ini membuat orang-orang Quraisy terpaksa merenovasi bangunannya demi menjaga pamornya dan bersepakat untuk membangunnya dari sumber usaha yang baik.

Mereka tidak mau mengambilnya dari dana transaksi ribawi dan hasil tindak kezhaliman terhadap seseorang.

Semula mereka merasa segan untuk merobohkan bangunannya hingga akhirnya diprakarsai oleh al-Walid bin al-Mughirah al-Makhzumi. Setelah itu, barulah orang-orang mengikutinya setelah melihat tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya.

Mereka terus melakukan perobohan hingga sampai ke pondasi pertama yang dulu diletakkan oleh Ibrahim ‘Alaihissalam.

Mereka membangun kembali dengan cara membagi per bagian bangunan Ka’bah, setiap kabilah mendapat satu bagian. Dan yang menjadi pimpinan proyeknya adalah seorang arsitek asal Romawi yang bernama Baqum.

Tatkala pengerjaan tersebut sampai kepada peletakan Hajar Aswad, mereka bertikai mengenai siapa yang paling berhak mendapat kehormatan meletakkannya ke tempat semula dan pertikaian tersebut berlangsung selama empat atau lima malam. Bahkan semakin meruncing, hampir terjadi peperangan yang dahsyat di tanah Haram.

Untunglah, Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi menawarkan penyelesaian pertikaian lewat satu cara, yaitu menjadikan pemutus perkara tersebut kepada siapa yang paling dahulu memasuki pintu masjid besok shubuh.

Tawaran ini dapat diterima oleh semua pihak, maka atas kehendak Allah Ta’ala, Rasulullah-lah orang yang pertama memasukinya. Tatkala melihatnya, mereka saling berseru, “Inilah al-Amin (orang yang amanah)! Kami rela! Inilah Muhammad!”

Ketika mereka memberitahukan kepada beliau tentang hal tersebut, maka beliau meminta sehelai selendang dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya, lalu meminta agar semua kepala kabilah yang bertikai memegangi ujung selendang tersebut dan memerintahkan mereka untuk mengangkatnya tinggi-tinggi, hingga manakala mereka telah mengangkatnya sampai ke tempatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dengan tangan dan meletakkannya di tempatnya semula.

Ini merupakan solusi yang tepat yang membuat semua pihak rela.

📕Sumber : Perjalanan Hidup Rasul yang Agung MUHAMMAD Shallallahu ‘alaihi wa sallam ( Sirah Nabawiyah), Hal. 107, Penerbit Darul Haq

Loading

Home
Akun
Order
Chat
Cari