Istri Imran –dan Imran adalah salah seorang pemuka Bani Israil, pemimpin mereka dan pemilik kedudukan mulia di tengah-tengah mereka– bernadzar manakala dia mengetahui kehamilannya untuk menjadikan bayinya sebagai pelayan Baitul Maqdis, berkhidmat untuk rumah Allah, disiapkan untuk beribadah kepada Allah, karena dia menyangka anak yang ada di dalam kandungannya adalah laki-laki. Manakala dia melahirkan, dia mengadu kepada Allah dan memohon perkenanNya,
رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰى وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰ
“Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Dan Allah lebih mengetahui apa yang dia (Istri Imran)lahirkan. “Dan laki-laki tidak sama dengan perempuan,”
yakni, karena laki-laki mempunyai kekuatan dan kemampuan lebih dibanding perempuan yang menunjang tugas berkhidmat kepada Baitul Maqdis,
وَاِنِّيْ سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَاِنِّيْٓ اُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
“Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindunganMu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (Ali Imran: 36).
Maka istri Imran meminta perlindungan bagi putrinya dan anak keturunannya kepada Allah dari musuhnya, dan itu merupakan perlindungan dan penjagaan yang pertama dari Allah untuknya, karena itu Allah mengabulkannya di kehidupan dunia ini.
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُوْلٍ حَسَنٍ
“Maka Tuhannya menerimanya dengan penerimaan yang baik,”
yakni, Allah menghibur ibunya sehingga Tuhannya berkenan menerimanya dan hal itu lebih besar daripada apa yang dipunyai oleh laki-laki,
وَّاَنْۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَّكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا
“dan (Allah) membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria.” (Ali Imran: 37).
Allah menyatukan untuk anak perempuan ini pendidikan jasmani dengan pendidikan rohani, Allah menjadikan pengasuhnya adalah nabi Bani Israil yang paling agung di zamannya, ketika ibunya datang ke orang-orang Baitul Maqdis, mereka berselisih karena masing-masing dari mereka berkeinginan untuk mengasuh anak perempuan ini, karena dia adalah putri ketua mereka, maka mereka membuat undian dengan cara melempar pena-pena mereka dan Nabi Zakaria yang memenangkan undian sebagai rahmat Allah kepadanya dan kepada Maryam, maka Zakaria mengasuh Maryam dengan sebaik-baiknya, Allah membantu Zakaria dalam mengasuhnya dengan karamah yang besar dariNya. Maryam tumbuh sebagai wanita yang shalihah dan shiddiqah, berkonsentrasi dalam beribadah kepada Tuhannya dan senantiasa berada di mihrabnya. Setiap kali Zakaria masuk ke mihrab Maryam, dia melihat rizki di sisinya, dia bertanya, “Dari mana ini?” karena Zakaria adalah satu-satunya pengasuhnya. Maryam menjawab,
هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (Ali Imran: 37).
Yakni, rizki Allah datang melalui jalan sebagaimana biasanya dan melalui jalan lain. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Manakala Zakaria melihat keadaan Maryam, dia teringat kemurahan Tuhannya, dia berharap rahmatNya, maka dia berdoa agar Allah memberinya seorang anak yang mewarisi ilmunya dan kenabiannya dan meneruskan tugasnya pada Bani Israil sesudahnya, yaitu mengajar dan membimbing mereka.
فَنَادَتْهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَهُوَ قَاۤىِٕمٌ يُّصَلِّيْ فِى الْمِحْرَابِ اَنَّ اللّٰهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيٰى مُصَدِّقًاۢ بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَسَيِّدًا
“Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan shalat di mihrab, ‘Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan sebuah kalimat (Firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu)’.” (Ali Imran: 39).
Yang dimaksud dengan “sebuah kalimat dari Allah” adalah Nabi Isa ‘alaihissalam. Dan yang dimaksud dengan وَسَيِّدًا “panutan” adalah orang mulia di sisi Allah dan di sisi makhluk-makhlukNya karena Allah memberinya akhlak yang terpuji, ilmu yang luas, serta amal yang shalih.
Dan وَحَصُوْرًا “berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu),” yakni, terjaga karena Allah menjaganya, melindungi dan membentenginya dari kemaksiatan-kemaksiatan. Allah menyatakan bahwa putra Zakaria ini adalah orang yang dibimbing kepada seluruh kebaikan dan terjaga dari keburukan-keburukan dan kesalahan-kesalahan dan ini adalah puncak kesempurnaan seorang hamba. Maka Zakaria heran terhadap hal ini, dia berkata,
اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا وَّقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا
قَالَ كَذٰلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَّقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْـًٔا
“Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa memiliki seorang anak laki-laki, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan sungguh aku (sendiri) sudah mencapai umur yang sangat tua?” Dia (malaikat) berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, ‘Itu adalah mudah bagiKu, dan sungguh Aku telah menciptakanmu sebelum itu, padahal kamu (ketika itu) belum ada sama sekali’.” (Maryam: 8-9).
Yang ini lebih ajaib daripada istrimu yang hamil padahal dia mandul dan engkau sudah tua. Karena Zakaria sangat berbahagia, mempunyai keinginan yang besar untuk menenangkan jiwanya, maka dia berkata,
رَبِّ اجْعَلْ لِّيْٓ اٰيَةً ۗقَالَ اٰيَتُكَ اَلَّا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلٰثَ لَيَالٍ سَوِيًّا
“Wahai Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Dia berfirman, “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat berbicara kepada manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat (normal).” (Maryam: 10).
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ كَثِيْرًا وَّسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْاِبْكَارِ
“Dan berdzikirlah (mengingat dan menyebut) Tuhanmu banyak-banyak, dan bertasbihlah (memujiNya) pada waktu petang dan pagi hari.” (Ali Imran: 41).
Ini adalah tanda yang besar, Zakaria tidak bisa berbicara padahal dia sehat dan tidak cacat, dan berbicara adalah sesuatu yang paling mudah bagi manusia, Zakaria tidak bisa berbicara dengan siapa pun kecuali dengan isyarat, tetapi lisannya tetap basah dengan mengingat Allah, bertasbih dan bertahmid kepadaNya, dalam keadaan demikian, Zakaria yakin bahwa berita gembira terwujud, dia mengetahui bahwa ia pasti terlaksana, maka istrinya melahirkan Yahya dan Allah menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang ajaib, dia belajar saat masih kecil dan menguasai ilmu saat masih kanak-kanak, karena itu Allah berfirman,
“Dan Kami berikan hikmah kepadanya sejak dia masih kanak-kanak,”
hingga ada yang berkata bahwa Allah mengangkatnya sebagai nabi saat masih kanak-kanak, dan sebagaimana Allah memberinya ilmu yang luas, Allah juga memberinya sifat-sifat paling sempurna. Allah berfirman,
“Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan dia adalah seorang yang bertakwa, dan berbakti kepada kedua orangtuanya, dan dia bukanlah seorang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari dia dilahirkan, pada hari dia meninggal dunia dan pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 12-15).
Intinya, Allah menyifati Yahya bahwa dia menegakkan hak-hak Allah, hak-hak ibu-bapaknya, serta hak-hak manusia, dan bahwa Allah akan membaguskan kehidupannya dan akhir dari kehidupannya seluruhnya.
Adapun Maryam, maka dia menjauh dari keluarganya ke sebuah tempat di timur untuk berkonsentrasi dalam beribadah kepada Tuhannya,
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُوْنِهِمْ حِجَابًاۗ
“lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari (pandangan) mereka.” (Maryam: 17).
Dengan maksud agar tidak ada seseorang yang mengganggunya dari ibadah yang dia fokus kepadanya. Maka Allah mengutus ar-Ruhul Amin, Jibril ‘alaihissalam, kepadanya dalam bentuk laki-laki sempurna, yang termasuk laki-laki paling tampan dan rupawan. Maryam mengira bahwa laki-laki itu hendak berbuat tidak baik terhadap dirinya, maka dia berkata,
اِنِّيْٓ اَعُوْذُ بِالرَّحْمٰنِ مِنْكَ اِنْ كُنْتَ تَقِيًّا
“Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Yang Maha Pengasih, jika kamu seorang yang bertakwa.” (Maryam: 18).
Dia bertawasul kepada Allah agar menjaga dan melindunginya, dia mengingatkan laki-laki ini agar bertakwa kepada Allah yang merupakan kewajiban setiap Muslim yang takut kepadaNya. Ini adalah sikap wara’ yang besar dari Maryam dalam keadaan yang dikhawatirkan menjatuhkannya ke dalam cobaan, maka dengan itu Allah mengangkat derajatnya dan menyatakannya bahwa dia suci dengan sempurna dan bahwa dia menjaga kehormatan dirinya. Maka Jibril berkata kepadanya,
“Dia (Jibril) berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci’.” Maryam berkata, “Bagaimana aku bisa memiliki seorang anak laki-laki, padahal tidak ada seorang manusia pun yang pernah menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, ‘Itu adalah mudah bagiKu, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan’.” (Maryam: 19-21),
“sebagai rahmat dari Kami” kepada anakmu, kamu sendiri, dan seluruh manusia. Maka jangan merasa heran kepada kodrat Allah dan Qadha`Nya.
فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهٖ
“Maka Maryam mengandungnya, lalu dia mengasingkan diri dengan kandungannya itu.” (Maryam: 22),
yakni, menjauh dari manusia.
مَكَانًا قَصِيًّا
“Ke tempat yang jauh.” (Maryam: 22),
karena takut dituduh macam-macam dan diganggu oleh orang-orang.
فَاَجَاۤءَهَا الْمَخَاضُ اِلٰى جِذْعِ النَّخْلَةِۚ قَالَتْ يٰلَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هٰذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَّنْسِيًّا
“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” (Maryam: 23),
karena dia mengetahui sikap masyarakat terhadapnya, mereka tidak akan memercayainya, dan dia sendiri tidak mengetahui apa yang Allah tentukan untuknya.
فَنَادٰىهَا مِنْ تَحْتِهَآ
“Maka (Jibril) menyerunya dari tempat yang lebih rendah darinya.” (Maryam: 24).
Maryam berada di tempat yang tinggi, dan Kami melindungi mereka di tanah datar yang tinggi yang banyak rumputnya dan air yang mengalir.
اَلَّا تَحْزَنِيْ قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا
“Janganlah kamu bersedih hati, sungguh Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.” (Maryam: 24),
yakni, sungai yang mengalir.
وَهُزِّيْٓ اِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ
“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu.” (Maryam: 25),
tanpa kamu harus memanjatnya,
تُسٰقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
“niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu .” (Maryam: 25),
yakni, kurma matang yang segar.
فَكُلِيْ
“Maka makanlah,”
kurma masak itu,
وَاشْرَبِيْ
“minumlah,”
air sungai yang mengalir,
وَقَرِّيْ عَيْنًا
“dan tenanglah kamu (wahai Maryam),”
dengan kelahiran Isa, agar ketakutan dan kecemasanmu terangkat.
فَاِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ اَحَدًاۙ فَقُوْلِيْٓ اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا
“Lalu jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Yang Maha Pengasih‘,”
yakni, diam, dan sudah biasa bagi mereka beribadah dengan diam sepanjang hari, karena itu ayat ini menafsirkannya dengan,
فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّا
“maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.” (Maryam: 26).
Maka hati Maryam tenang, apa yang dirasakannya hilang.
Sesudah Maryam melewati sebagian dari masa nifasnya, menata keadaannya, dan merasa kuat pasca melahirkan,
فَاَتَتْ بِهٖ قَوْمَهَا تَحْمِلُهٗ
“maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya.” (Maryam: 27),
secara terang-terangan, tidak takut dan tidak peduli. Manakala kaumnya melihatnya dan mereka mengetahui bahwa Maryam tidak bersuami, maka mereka pun memastikan bahwa putra yang dibawanya lahir dari jalan yang tidak baik. Mereka berkata,
“Wahai Maryam, sungguh kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Wahai saudari Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang berperangai buruk dan ibumu juga bukanlah seorang pezina.“ Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 27-29),
sebagaimana yang diperintahkan kepadanya. Maka mereka mengingkari ucapan Maryam kepada mereka,
كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِى الْمَهْدِ صَبِيًّا
“Bagaimana kami akan berbicara dengan bayi yang masih dalam buaian?” (Maryam: 29).
Maka anak yang masih bayi yang baru lahir beberapa hari itu menjawab,
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang nabi. Dia juga menjadikanku seorang yang diberkahi di mana pun aku berada, dan Dia memerintahkanku (untuk mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup, dan (juga menjadikanku) seorang yang berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dunia dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 30-33).
Berbicaranya Nabi Isa ‘alaihissalam saat masih bayi merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah dan bukti kerasulannya, bahwa Isa adalah hamba Allah, bukan sebagaimana yang diklaim oleh orang-orang Nasrani, ibunya terbebas sebebas-bebasnya dari keburukan yang mereka tuduhkan, karena seandainya Maryam mendatangkan seribu saksi bahwa dirinya bersih dalam keadaan tersebut, niscaya orang-orang tetap tidak akan memercayainya, akan tetapi pembicaraan dari Isa yang masih dalam gendongan ibunya mengangkat segala keraguan yang terbetik di dalam hati.
Dan sesudah itu manusia terbagi menjadi tiga golongan:
(1) Golongan yang beriman kepadanya dan membenarkan perkataan Isa, mereka tunduk kepada Isa sesudah beliau diangkat sebagai nabi. Mereka adalah orang-orang Mukmin hakiki.
(2) Golongan yang bersikap berlebihan padanya, mereka adalah orang-orang Nasrani. Mereka mengucapkan keyakinan-keyakinan yang sudah dikenal padanya dan mendudukkannya pada posisi Tuhan. Mahatinggi Allah setinggi-tingginya dari apa yang mereka katakan.
(3) Golongan yang kafir kepadanya dan memusuhinya, mereka adalah orang-orang Yahudi. Mereka menuduh ibunya dengan tuduhan yang Allah telah membersihkannya darinya, karena itu Allah ta’ala berfirman,
فَاخْتَلَفَ الْاَحْزَابُ مِنْۢ بَيْنِهِمْۚ فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ مَّشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar (Hari Kiamat).” (Maryam: 37).
Manakala Allah mengutus Nabi Isa ‘alaihissalam kepada Bani Israil, sebagian dari mereka beriman dan sebagian lainnya kafir. Isa memperlihatkan kepada mereka mukjizat-mukjizat dan hal-hal luar biasa. Isa membentuk seekor burung dari tanah liat lalu meniupnya, maka ia menjadi burung dengan izin Allah, menyembuhkan orang buta bawaan lahir dan orang berpenyakit sopak, menghidupkan orang mati dengan izin Allah, memberi tahu mereka tentang apa yang mereka makan dan simpan di rumah mereka, namun demikian musuh-musuhnya bersekongkol dan ingin membunuhnya. Maka Allah menjadikan seseorang dari sahabat-sahabatnya, yaitu kalangan Hawariyin, atau dari selain mereka mirip dengan beliau. Allah mengangkat beliau ke sisiNya dan menyelamatkannya dari pembunuhan mereka. Orang-orang menangkap orang yang mirip dengan beliau, membunuhnya dan menyalibnya. Mereka memikul dosa besar dan kejahatan berat. Orang-orang Nasrani percaya bahwa mereka telah membunuh dan menyalib Isa dan Allah membersihkan Isa darinya. Allah berfirman,
“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan (dengan Isa) bagi mereka.” (An-Nisa`: 157).
Isa menunaikan tugas kenabian dan kerasulan di kalangan Bani Israil. beliau memberi mereka berita gembira dan mengumumkan kepada mereka tentang kerasulan Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam. Manakala Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam datang kepada mereka, mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, mereka berkata,
“Mereka berkata, ‘Ini adalah sihir yang nyata‘.” (An-Naml: 13).
Sebagaimana mereka berkata tentang Isa,
“Lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata, ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata’.” (Al-Ma`idah: 110).
Beberapa Faedah Yang Terkandung Pada Kisah di Atas :
Di antaranya, nadzar telah disyariatkan pada umat-umat terdahulu. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda tentangnya dengan sebuah kalimat general yang memilah antara yang shahih darinya dan yang batil. Beliau bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللهَ فَلَا يَعْصِهِ.
“Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaknya ia menaatiNya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia bermaksiat kepadaNya.“
Di antaranya, di antara nikmat Allah kepada seorang hamba adalah Allah menjadikannya berada di dalam pengasuhan orang-orang shalih yang terpilih, karena pengasuh dan pendidik mempunyai pengaruh besar terhadap anak yang diasuh dan yang dididiknya pada adab dan akhlaknya, karena itu Allah memerintahkan para pendidik untuk mendidik dengan baik yang mendorong kepada akhlak yang mulia dan mencegah dari akhlak yang buruk.
Di antaranya, menetapkan karamah para wali, karena Allah memuliakan Maryam dengan beberapa karamah, yaitu :
- Allah memudahkannya untuk diasuh oleh Nabi Zakaria setelah sebelumnya dia diperebutkan oleh orang-orang yang ada di Baitul Maqdis,
- Allah memuliakannya dengan rizki yang datang kepadanya tanpa usaha,
- Allah memuliakannya dengan kelahiran Isa melalui dirinya dan kedatangan malaikat yang berbicara kepadanya yang menenangkan hatinya,
- kemudian berbicaranya Isa saat dalam buaian. Yang akhir ini merupakan mukjizat nabi sekaligus karamah wali.
Di antaranya, mukjizat-mukjizat besar yang Allah berikan kepada Nabi Isa putra Maryam, yaitu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta sejak lahir, orang yang berpenyakit sopak, dan lainnya.
Di antaranya, Allah memuliakan Isa dengan mengangkat Hawariyin dan pendukung saat masih hidup dan sesudah mati dalam menyebarkan dakwahnya dan menjunjung agamanya, karena itu orang-orang yang mengikutinya berjumlah banyak, namun di antara mereka ada yang lurus, yaitu mereka yang beriman kepada Isa dengan sebenarnya dan beriman kepada semua rasul, dan ada yang menyimpang, dan mereka adalah orang-orang yang bersikap berlebihan padanya, dan mereka adalah mayoritas kalangan yang mengaku sebagai pengikutnya, namun sejatinya mereka adalah orang-orang yang paling jauh darinya.
Di antaranya, Allah menyanjung Maryam dengan sifat shiddiqiyah yang sempurna; bahwa dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitabNya dan termasuk orang-orang yang tunduk kepadaNya. Ini merupakan sanjungan kepadanya bahwa dia berilmu mendalam, beribadah secara istiqamah dan khusyu‘ kepada Allah, bahwa Allah memilihnya dan mengunggulkannya di atas kaum wanita di alam semesta.
Di antaranya, pemberitahuan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tentang kisah ini dan kisah lainnya secara terperinci yang sesuai dengan kenyataan menjadi bukti kebenaran risalah beliau dan tanda kenabian beliau, karena Allah berfirman,
“Itulah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (wahai Rasul).” (Ali Imran: 44).
Sumber : Inti Tafsir Al-Qur’an, Syaikh Abdur Rahman As-Sa’dy, hal.345-356, Pustaka Darul Haq