- Mencuci telinga, atau semprotan pembersih lubang hidung, atau oksigen yang dimasukkan melalui hidung, apabila bagian yang masuk tenggorokan tidak ditelan.
- Pil-pil pengobatan yang diletakkan di bawah lidah untuk pengobatan sariawan atau lainnya juga tidak membatalkan puasa selagi dihindari masuknya ke dalam tenggorokan.
- Memasukkan alat perekam ke lubang vagina, atau jari untuk pemeriksaan.[1]
- Memasukkan lensa monitor atau spiral atau yang serupa dengannya ke dalam rahim.
- Benda yang dimasukkan ke lubang air seni, mak-sudnya; pipa yang dimasukkan ke lubang tempat aliran air seni pada dzakar atau vagina, atau benda yang dihubungkan dengan sinar atau obat, atau tempat untuk membersihkan wadah air seni.
- Melubangi gigi atau mencopot gigi geraham atau pembersihan gigi atau bersiwak dan bersikat gigi asal dihindari tertelannya sesuatu ke dalam teng-gorokan.
- Kumur-kumur dan oksigen buatan yang dilakukan di mulut, asal dihindari tertelannya sesuatu ke da-lam tenggorokan.
- Injeksi pengobatan di tubuh atau pada otot atau pembuluh darah, selain infus pengganti makanan.
- Gas oksigen.
- Gas pembius yang tidak diberi bahan cair sebagai suplemen.
- Benda-benda yang diserap kulit, seperti bahan cairan atau minyak angin atau benda tempelan lainnya yang mengandung bahan medis atau kimia.
- Memasukkan selang (pipa kecil) ke urat-urat untuk kepentingan pemotretan atau pengobatan rongga jantung atau anggota badan lainnya.
- Memasukkan alat untuk melihat yang dimasukkan ke bagian luar lambung untuk pemeriksaan atau operasi medis.
- Mengambil bintik atau bendul-bendul yang ada di dalam hati atau lainnya selagi tidak dibarengi de-ngan bahan cairan suplemen.
- Alat yang digunakan untuk melihat pencernaan bila dimasukkan tidak dibarengi dengan bahan-bahan suplemen atau benda lainnya.
- Masuknya alat atau benda medis ke otak atau sum-sum.
Hendaknya seorang dokter Muslim selalu memberi nasihat kepada pasien untuk menunda hal-hal yang tersebut di atas yang tidak berbahaya atas penundaan-nya sampai waktu berbuka tiba, karena hal yang demi-kian itu lebih berhati-hati.[2]
[1] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, 10/172.
[2] Qararat Majma’ al-Fiqh al-Islami, hal. 213.