Futur memiliki dua arti, yaitu:
Pertama: Terhenti setelah melakukan terus-menerus dan berdiam setelah bergerak.
Kedua: Malas (jemu) atau menunda-nunda, atau lamban setelah semangat dan bersungguh-sungguh.[1]
Dengan demikian Futur ini terbagi menjadi dua, yaitu: Malas dan terhenti. Malas akan selalu menimpa manusia dan kondisi manusia sudah pasti akan mengalami kemalasan, akan tetapi hal itu tidak selalu menyertai orang yang beriman, karena seorang Mukmin tidak akan rela jika dirinya berdiam tanpa pekerjaan, dan sesungguhnya Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] dalam doanya memohon perlindungan kepada Allah dari sikap malas, maka dalam doanya beliau bersabda,
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas.”
Sedang yang dimaksud dengan terhenti (tidak aktif) adalah terhentinya seseorang dari bekerja. Sikap futur (rasa jemu dan jenuh) lah yang sewaktu-waktu menimpa diri seorang ahli ibadah, karena sesungguhnya setiap pekerjaan (pasti menimbulkan) kejenuhan.
Rasulullah [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِيْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذٰلِكَ فَقَدْ هَلَكَ.
“Sesungguhnya setiap pekerjaan itu memiliki masa semangat dan keseriusan, dan setiap semangat dan keseriusan itu memiliki batas waktu, maka barangsiapa yang batas waktunya pada sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang kejenuhannya kepada selain itu, maka ia telah binasa.”[2]
Hati manusia selalu memiliki keadaan maju dan mundur, ketika seorang yang bersikap konsisten mengalami malas dan jemu (futur) maka hal ini merupakan sesuatu yang alami dan biasa, akan tetapi bahaya besar akan terjadi, jika sikap malas dan jemu itu terus berkepanjangan, apalagi sampai taraf meninggalkan ibadah-ibadah wajib dan sunnah dan banyak meninggalkan ketaatan-ketaatan kepada Allah [Islamic phrases=”Azza wa Jalla'”]D[/Islamic], dan kondisi seperti ini dapat menyebabkan kelemahan, dan kadang futur meningkat sampai kepada taraf tidak aktif sama sekali. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang terlanda sifat futur, antara lain:[3]
- Berlebih-lebihan (Ekstrim) dalam Beragama
Sikap ini merupakan suatu sikap tercela, sebab agama adalah ringan dan mudah, semakin seseorang mempersulit agamanya, maka akan dipersulit oleh agama. Agama ini kokoh dan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan beragama adalah perlu, karena kita adalah umat pertengahan (sederhana), yaitu umat yang penuh rahmat. Barangsiapa yang hendak mengetahui hal itu, maka hendaknya ia membaca sejarah hidup manusia terbaik, yaitu Nabi Muhammad [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic].
- Berlebih-lebihan dalam Melakukan Hal-hal Mubah
Yaitu dalam hal makan, minum, berpakaian, dan kendaraan, setiap kali manusia melampaui batas dalam melakukan suatu perbuatan mubah, maka ia telah kehilangan nikmat ketaatan, karena orang yang melampaui batas dalam hal makan, minum, berpakaian dan kendaraan serta perbuatan mubah lainnya, maka ia akan terserang wabah penyakit malas, dan ia merasa berat dalam melaksanakan ketaatan di mana semua hal itu akan menyebabkan futur (lemah semangat). Syaqiq al-Balkhi berkata, “Ibadah adalah pekerjaan, kedainya adalah khalwah (menyendiri), dan alatnya adalah rasa lapar”.[4]
- Enggan Hidup Berjamaah dan Lebih Suka Hidup Menyendiri
Sesungguhnya serigala akan memangsa domba yang menyendiri, setiap kali manusia hidup menyendiri dan meninggalkan saudara-saudaranya, maka dia akan mengalami futur, karena sesungguhnya manusia akan lemah semangat bila hidup menyendiri dan penuh gairah bila hidup bersama saudara-saudaranya. Sesungguhnya perjalanan hidup ini berat, membutuhkan pembaharuan, semangat baru, dan mengasah kemauan; dan hal ini tidak mungkin didapati manusia kecuali dengan hidup bersahabat serta berjamaah yang tulus. jika seseorang yang bersikap konsisten (multazim) terus menjauhi saudara-saudaranya, maka dirinya tidak akan selamat dari keputusasaan, kepenatan, dan kebosanan.
- Minimnya Ketaatan
Seperti jarang melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah bersama kaum Muslimin, malas melaksanakan shalat, tidak memperhatikan rukun dan syarat shalat, menyia-nyiakan waktu dan menjauhi membaca al-Qur`an. Sedangkan cara mengatasi semua hal itu adalah dengan melaksanakan kedua hal di bawah ini, yaitu; pertama: Tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam beragama, dan kedua: Meninggalkan perbuatan maksiat dan kemungkaran.
[1] Afat `ala Ath-Thariq (penyakit di tengah perjalanan) karya Muhammad Nuh, juz 1.
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya dan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya.
[3] Afat ‘Ala ath-Thariq.
[4] Lihat Ihya` Ulumuddin jilid 3.
Sumber : 31 Sebab Lemahnya Iman