Aku telah mengumpulkan nasihat-nasihat para ulama Salaf kepada para khalifah dan penguasa dalam kitab al-Mishbah al-Mudhi`. Dari sana aku memilih beberapa di antaranya:
- Sa’id bin Amir berkata kepada Umar bin al-Khaththab , “Sesungguhnya aku menasihatimu dengan kata-kata yang merupakan kumpulan dan ajaran Takutlah kepada Allah dalam memperlakukan manusia dan jangan takut kepada manusia dalam kaitan hak-hak Allah. Hendaknya perkataanmu tidak bertentangan dengan perbuatanmu, karena sesungguhnya perkataan terbaik adalah yang dibenarkan oleh perbuatan. Cintailah untuk kaum Muslimin, yang dekat dan yang jauh apa yang kamu cintai untuk dirimu dan keluargamu. Terjunlah dalam kepedihan menuju kebenaran yang engkau mengetahuinya dan jangan takut di jalan Allah kepada celaan orang lain” Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Siapa yang mampu melakukan itu wahai Abu Sa’id?”[1] Dia menjawab, “Orang yang lehernya dikalungkan beban kepemimpinan sebagaimana yang dikalungkan pada lehermu.”
- Qatadah berkata, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu keluar dari masjid bersama al-Jarud, tiba-tiba seorang nenek tua berdiri di tengah jalan. Umar mengucapkan salam kepadanya dan dia menjawabnya atau wanita itu yang mengucapkan salam dan Umar menjawab salamnya. Kemudian wanita tua itu berkata, “Wahai Umar, dulu aku mengenalmu saat kamu masih Umair [Umar kecil, ] di pasar Ukazh yang gemar berkelahi dengan anak-anak, waktu berlalu dan engkau sudah bernama Umar, waktu berlalu dan engkau dipanggil Amirul Mukminin. Bertakwalah kepada Allah dalam mengayomi rakyat, dan ketahuilah, barangsiapa takut terhadap kematian, maka dia pasti takut tak sempat berbuat baik.” Maka Umar menangis, maka al-Jarud berkata, “Wahai wanita, engkau telah berani terhadap Amirul Mukminin dan membuatnya menangis.” Maka Umar berkata, “Biarkan wanita itu, apakah engkau belum tahu siapa dia? Dia adalah Khaulah binti Hakim yang ucapannya didengar Allah dari atas langit yang tujuh. Demi Allah, Umar lebih patut mendengar kata-katanya.”
- Seorang laki-laki tua dari al-Azd masuk menemui Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Wahai Mu’awiyah, bertakwalah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa pada setiap hari yang keluar dan pada setiap malam yang datang kepadamu tidaklah menambah kecuali semakin jauh dari dunia dan semakin dekat menuju akhirat. Di belakangmu ada yang mengejarmu dan engkau tidak bisa lolos darinya. Sebuah rambu (batas akhir) telah dipancangkan untukmu dan engkau tidak akan melewatinya. Betapa cepat engkau sampai ke rambu itu dan betapa dekat pengejar itu menyusulmu. Sesungguhnya apa yang kita berada di atasnya saat ini akan lenyap, sementara apa yang kita berjalan menujunya abadi. Jika baik maka baik pula kesudahannya, bila buruk maka buruk pula kesudahannya.”
[1] Demikian dalam buku induk, padahal di awal dialog penulis menyebutkan Sa’id. Saya tidak bisa mentarjihnya.