Liwath (homoseks) termasuk dosa yang paling keji dan paling nista yang menunjukkan penyimpangan fitrah, kerusakan akal, dan kelainan jiwa.
Makna liwath (homoseks) adalah hubungan seksual antara lelaki, yaitu lelaki berhubungan intim dengan lelaki, sebagaimana yang Allah sebutkan tentang kaum Nabi Luth [Islamic phrases=”Alaihis Salam'”]S[/Islamic],
“Mengapa kalian mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks), dan kalian tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan kalian untuk menjadi istri-istri kalian? Kalian (memang) orang-orang yang melampaui batas.” (Asy-Syu’ara`: 165-166).
Perbuatan seperti itu disebut liwath karena dinisbatkan kepada kaum Nabi Luth [Islamic phrases=”Alaihis Salam'”]S[/Islamic] yang merebak perbuatan keji tersebut di tengah-tengah mereka, dan perbuatan itu hanya dilakukan oleh orang yang telah hilang akal sehatnya, menghitam hatinya, dan berubah dari fitrah yang digariskan Allah bagi manusia. Perumpamaannya seperti seorang yang Allah beri daging yang baik, matang, dan lezat, namun dia berpaling darinya dan mencari daging yang busuk, bau, dan berulat lantas dia makan. Dirinya merasa puas dengan tenggelam dalam lumpur yang penuh najis dan kotoran, sungguh merupakan barang najis yang sangat busuk. Memang itulah fitrah dan tabiat yang jauh menyimpang, jiwa yang penuh keburukan dan kebobrokan. Kemudian obyek praktek homoseksual ini akan mengakibatkan berbagai kerusakan yang tiada terhingga.
Ibnul Qayyim [Islamic phrases=”Rahimahullah”]V[/Islamic] berkata, “Dibunuhnya obyek praktek homoseks ini adalah lebih baik daripada dia hidup sebagai obyek homoseks, sebab obyek homoseks biasanya akan tertimpa kerusakan yang sangat sulit diharapkan bisa pulih kembali, hingga akan hilanglah seluruh kebaikannya. Bumi akan menghisap rasa malu dari wajahnya, sehingga setelah itu dia tidak akan malu terhadap Allah dan makhlukNya. Air mani si pelaku akan bereaksi dalam hati dan jiwanya, sebagaimana reaksi racun dalam tubuh seseorang….”[1]
Para ulama mengatakan bahwa obyek homoseks lebih busuk dan lebih buruk daripada anak hasil zina. Sudah sewajarnya ia tidak mendapat taufik kepada kebaikan dan akan senantiasa terhalang darinya. Setiap kali dia berusaha untuk berbuat baik, Allah akan selalu mendatangkan halangan baginya sebagai hukuman atas dirinya. Dia tidak akan diberi taufik untuk mendapat ilmu yang berguna, amal yang shalih, dan taubat nasuha kecuali Allah berkehendak lain.
[1] Al-Jawab al-Kafi, hal. 188.
Sumber : Bahaya Penyimpangan Seksual (Zina, Homoseks, Lesbi, dan lainnya)