Darul Haq

Beberapa Contoh dan Kisah dari Nasihat Ulama Salaf kepada Para Khalifah dan Penguasa (bag.4)

  • Atha` bin Abu Rabah datang kepada Hisyam bin Abdul Hisyam menyambutnya dan berkata, “Apa hajatmu wahai Abu Muhammad?” Saat itu Hisyam bersama para tokoh yang sedang berbincang, maka mereka diam. Atha` mengingatkan Hisyam terkait dengan santunan negara untuk penduduk al-Haramain. Hisyam berkata, “Baik. Petugas, tulis santunan untuk orang-orang Makkah dan orang-orang Madinah.” Kemudian Hisyam berkata, “Abu Muhammad, masih ada hajat yang lain?” Atha` mengingatkannya dengan orang-orang Hijaz, Najed, dan orang-orang perbatasan. Maka Hisyam melakukan apa yang dia katakan, sehingga Atha` mengingatkannya agar berbuat baik kepada ahli dzimmah dan tidak membebani mereka melebihi batas kemampuan mereka. Hisyam pun juga menyanggupinya. Kemudian di akhir perbincangan, Hisyam bertanya, “Masih ada hajat?” Atha` menjawab, “Ada wahai Amirul Mukminin, bertakwalah kepada Allah pada dirimu, karena engkau diciptakan sendiri, mati sendiri, dibangkitkan sendiri, dihisab sendiri, tak seorang pun, demi Allah, dari mereka yang engkau lihat ini yang akan bersamamu.” Maka Hisyam menangis dan Atha` meninggalkan tempat. Manakala dia sampai di pintu, seorang laki-laki menyusulnya dan memberinya sebuah kantong, isinya tidak diketahui, bisa dirham dan bisa juga dinar. Laki-laki itu berkata, “Amirul Mukminin memberimu ini.” Atha` berkata,

“Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan.” (Al-An’am: 90).

“Upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (Asy-Syu’ara`: 127).

Kemudian dia keluar dan demi Allah dia tidak minum seteguk air pun atau lebih dari itu.”

  • Dari Muhammad bin Ali, dia berkata, “Aku pernah hadir di majelis Khalifah al-Manshur, di antara mereka ada Ibnu Abu Dzi`ib. Gubernur Madinah kala itu adalah al-Hasan bin Zaid. Orang-orang Ghifar datang, mereka mengadukan sebagian sikap al-Hasan bin Zaid kepada Khalifah al-Manshur, maka al-Hasan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tanyakanlah tentang mereka kepada Ibnu Abu Dzi`ib.” Maka al-Manshur bertanya kepadanya tentang mereka. Maka Ibnu Abu Dzi`ib menjawab, “Aku bersaksi bahwa mereka adalah orang-orang yang menghancurkan kehormatan orang-orang.” Maka Abu Ja’far (al-Manshur) berkata kepada orang-orang Ghifar, “Kalian sudah dengar?” Maka orang-orang Ghifar itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bertanyalah kepada Ibnu Abu Dzi`ib tentang al-Hasan bin Zaid.” Maka al-Manshur bertanya kepadanya dan dia menjawab, “Aku bersaksi bahwa dia memimpin bukan di atas kebenaran.” Maka al-Manshur berkata, “Engkau mendengar sendiri wahai al-Hasan.” Al-Hasan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tanyakanlah kepadanya tentang dirimu.” Maka al-Manshur bertanya kepadanya, “Apa yang engkau katakan tentang diriku?” Dia menjawab, “Maafkan aku wahai Amirul Mukminin, aku tidak bisa menjawab.” Al-Manshur menegaskan, “Demi Allah, katakan!” Maka dia berkata, “Aku ber-saksi bahwa engkau telah mengambil harta ini bukan dari jalannya yang haq dan memberikannya pada orang-orang yang tidak ber-” Lalu al-Manshur meletakkan tangan di tengkuk Ibnu Abu Dzi`ib dan berkata, “Demi Allah, kalau bukan karena aku, niscaya orang-orang Persia, Romawi, Dailam dan at-Turk sudah memegang ini darimu.” Ibnu Abu Dzi`ib menjawab, “Abu Bakar dan Umar sudah memimpin, keduanya memimpin dengan kebenaran, membagi (kekayaan negara) dengan adil dan keduanya sudah memegang tengkuk (menundukkan) orang-orang Persia dan Romawi.” Maka Abu Ja’far membiarkannya, lalu berkata, “Demi Allah, kalau aku tidak tahu engkau jujur, niscaya aku membunuhmu.” Dia men-jawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku lebih tulus menyampaikan kebaikan daripada anakmu, al-Mahdi.”

Sumber :  Terjemah Mukhtashar Minhajul Qashidin; Meraih Kebahagiaan Hakiki Sesuai Tuntuna Ilahi – al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi- Penerbit Darul Haq.

Loading

Home
Akun
Order
Chat
Cari